Pelajari berbagai fakta sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara, dari masa kehancuran hingga kebangkitannya, yang mengungkap perjalanan panjang dan kejayaan kerajaan ini.
Kerajaan Kutai Kartanegara adalah salah satu kerajaan tertua di Indonesia, dengan sejarah yang kaya dan berliku.
Dari masa kejayaan hingga periode kehancuran dan kebangkitan kembali, kerajaan ini memiliki banyak cerita menarik yang patut diketahui.
Artikel ini akan mengungkapkan lima fakta sejarah penting tentang Kerajaan Kutai Kartanegara, memberikan wawasan tentang bagaimana kerajaan ini bertahan melalui berbagai tantangan dan bangkit kembali untuk mencapai kejayaan.
Melalui pemahaman sejarah ini, kita dapat lebih menghargai warisan budaya dan sejarah bangsa Indonesia.
Fakta Unik Tentang Kerajaan Kutai Kartanegara
1. Distingsi dari Kerajaan Kutai Martadipura
Kerajaan Kutai Kartanegara, yang didirikan pada abad ke-14 Masehi, berakar pada sejarah yang berbeda dari Kerajaan Kutai Martadipura.
Raja pertama Kutai Kartanegara adalah Aji Batara Agung Dewa Sakti, yang memulai keberadaan kerajaan di daerah Tepian Batu atau yang lebih dikenal sebagai Kutai Lama.
Sebaliknya, Kerajaan Kutai Martadipura, yang merupakan salah satu kerajaan Hindu pertama di Nusantara, diperkirakan telah berdiri sejak abad ke-4 Masehi di Muara Kaman.
Kutai Martadipura dikenal karena prasasti Yupa, salah satu bukti sejarah tertua di Indonesia yang menggambarkan keberadaan dan struktur sosial kerajaan tersebut.
Kedua wilayah ini kini merupakan bagian dari Provinsi Kalimantan Timur, menandakan pentingnya mereka dalam sejarah lokal.
2. Transformasi Menjadi Kesultanan Islam
Transformasi Kerajaan Kutai Kartanegara menjadi Kesultanan Kutai Kartanegara terjadi pada tahun 1575, menandai era baru dalam sejarah kerajaan tersebut.
Perubahan ini diprakarsai oleh Aji Raja Mahkota Mulia Alam, yang memeluk Islam setelah mendengarkan dakwah dari Tunggang Parangan, pendakwah yang berasal dari Hadramaut, Yaman.
Tunggang Parangan, yang bernama asli Habib Hasim bin Musaiyah, memainkan peran kunci dalam penyebaran Islam di wilayah ini.
Raja Mahkota Mulia Alam tidak hanya menjadi raja pertama yang beragama Islam di Kutai Kartanegara tetapi juga memulai penyebaran ajaran Islam yang intensif di wilayah tersebut.
Wafatnya Raja Mahkota Mulia Alam tidak menghentikan proses ini; Raja Aji Dilanggar yang menggantikannya terus mempromosikan Islam.
Meskipun sudah menjadi kesultanan, struktur gelar dan nama kerajaan masih mempertahankan unsur tradisional hingga tahun 1735, ketika Sultan Aji Muhammad Idris naik tahta sebagai raja pertama yang mengadopsi nama bernada Islam, memperkuat identitas Islam dalam struktur kekuasaan di Kesultanan Kutai Kartanegara.
3. Ekspansi dan Unifikasi di Bawah Kesultanan Kutai Kartanegara
Pada tahun 1634, sebuah peristiwa penting terjadi yang mengubah peta kekuasaan di Kalimantan Timur.
Kesultanan Kutai Kartanegara, di bawah kepemimpinan Raja Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa, melakukan ekspansi militer yang signifikan dengan menargetkan Kerajaan Kutai Martadipura, kerajaan Hindu tertua di Nusantara yang saat itu diperintah oleh Maharaja Dharma Setia.
Kutai Martadipura, yang telah lama berdiri sebagai pusat kekuatan dan budaya Hindu, menghadapi serangan yang tak hanya merupakan konflik militer tetapi juga pertarungan antara dua era kebudayaan dan politik.
Raja Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa, seorang pemimpin yang visioner dan strategis, memimpin pasukannya dengan taktik yang cermat, menghasilkan kekalahan telak bagi Kutai Martadipura.
Kekalahan ini tidak hanya merupakan kejatuhan fisik tetapi juga simbolis, menandai akhir dari hegemoni Hindu di wilayah tersebut dan awal dari dominasi Islam yang lebih luas di Kalimantan Timur.
Setelah penaklukan itu, Raja Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa mengambil langkah berani untuk menggabungkan dua kerajaan yang sebelumnya bertentangan.
Beliau mendeklarasikan berdirinya Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martadipura, sebuah entitas politik yang tidak hanya menyatukan dua wilayah tetapi juga dua tradisi budaya yang berbeda.
Langkah ini bukan hanya tentang ekspansi teritorial tetapi juga tentang unifikasi budaya dan politik, di mana tradisi Islam dan tradisi Hindu dari Kutai Martadipura ditekankan dalam co-existence dalam struktur pemerintahan yang baru.
4. Perpindahan Ibu Kota Kerajaan
Kerajaan Kutai Kartanegara mengalami tiga kali perpindahan ibu kota selama masa kejayaannya, sebuah langkah yang tidak hanya dipicu oleh kebutuhan strategis tetapi juga oleh kondisi politik dan keamanan yang berubah-ubah.
Awalnya, ibu kota kerajaan berada di Kutai Lama, lokasi berdirinya kerajaan. Namun, pada tahun 1732, selama pemerintahan Pangeran Aji Dipati Tua, ibu kota dipindahkan ke hulu Sungai Mahakam di Pemarangan (Jembayan).
Pemindahan ini dianggap perlu karena Kutai Lama tidak lagi dianggap aman akibat ancaman serangan perampok.
Kemudian pada tahun 1782, Sultan Aji Muhammad Muslihuddin, mengambil keputusan bersejarah untuk memindahkan ibu kota sekali lagi.
Kali ini, pilihan jatuh ke Tangga Arung, yang saat ini dikenal sebagai Tenggarong. Alasan pemindahan ini adalah karena Jembayan dinilai tidak memadai sebagai pusat pemerintahan.
Sejak saat itu, Tenggarong menjadi pusat administratif dan politik Kerajaan Kutai Kartanegara, dan lokasi ini terus berfungsi sebagai pusat pemerintahan hingga masa kemerdekaan Indonesia.
5. Transisi dari Kerajaan Menuju Modernisasi
Perubahan signifikan terjadi pada era kemerdekaan Indonesia, ketika Sultan Aji Muhammad Parikesit, raja saat itu, memutuskan untuk menyerahkan kekuasaan kerajaan kepada pemerintah Republik Indonesia.
Proses penyerahan ini dilakukan dalam Sidang Khusus DPRD Daerah Istimewa Kutai pada 21 Januari 1960 di Tenggarong, menandai berakhirnya masa kejayaan Kerajaan Kutai Kartanegara sebagai entitas pemerintahan kerajaan.
Setelah penyerahan, Istana Kerajaan masih menjadi tempat tinggal Sultan Parikesit hingga tahun 1971.
Pada tahun 1971, Istana Kutai diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Langkah ini merupakan bagian dari proses transisi kelembagaan kerajaan menjadi lebih modern dan terintegrasi dengan struktur administrasi negara.
Lima tahun kemudian, pada tahun 1976, istana tersebut diserahkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan diubah fungsi menjadi museum.
Dikenal sebagai Museum Mulawarman, ini menjadi tempat yang penting untuk mempelajari dan mengapresiasi sejarah serta budaya kerajaan Kutai Kartanegara dan wilayah Kalimantan Timur secara umum.
Dengan mengetahui lima fakta sejarah tentang Kerajaan Kutai Kartanegara, kita dapat melihat perjalanan panjang dan penuh liku dari kerajaan ini, dari masa kehancuran hingga kebangkitannya.
Setiap periode dalam sejarahnya memberikan pelajaran berharga tentang ketahanan, kepemimpinan, dan kebudayaan yang kaya.
Semoga informasi ini menambah wawasan Anda tentang salah satu kerajaan tertua di Indonesia dan menginspirasi rasa bangga terhadap warisan budaya kita. Selamat menjelajahi sejarah dan semoga pengetahuan ini bermanfaat!